Serba-Serbi KKN: Tentang Mengajar dan Belajar Hal Baru

Meskipun semua program studi di UGM mempelajari ilmu murni, tapi selama KKN di Blora, saya dan kawan-kawan saya yang tidak pernah mempelajari ilmu keguruan pun mau tidak mau harus sering mengajar di sekolah. Saya dan kawan-kawan satu tim bahkan berpikir jika setelah KKN usai bisa-bisa kami mendapatkan sertifikat keguruan karena hampir setiap hari mendatangi sekolah.

Jika tulisan sebelumnya saya membahas tentang senang susahnya mengajar anak-anak SD. Kini saya akan bercerita tentang bagaimana rasanya mengajar anak-anak SMP yang sedang masa puber. Sebelum mengajar, saya dan kawan saya yang juga mengajar SMP cukup khawatir karena kami tahu betul masa SMP merupakan yang bergejolak karena mereka merasa sudah dewasa dan sering memberontak. 

Setelah berkoordinasi dengan pihak sekolah terkait waktu pelaksanaan dan siapa saja siswa yang berpartisipasi. Di hari pelaksanaan, kami diberitahu jika kami akan mengajar murid kelas delapan. Saya bukan mahasiswa yang bertugas mengisi materi pagi itu, tetapi meskipun begitu saya berpartisipasi sebagai tim bantu sebagai Master of Games dan fasilitator. 

Sejak awal saya sudah berekspektasi jika murid yang akan ditangani pasti banyak berontak dan mungkin tak partisipatif. Benar saja dugaan itu, murid-murid kelas delapan yang kami pegang sulit dikondisikan meskipun lumayan partisipatif. Di akhir kegiatan, saya nembung ke salah seorang guru yang berhubungan dengan kesiswaan.

"Mohon maaf, Bu, jika untuk jadwal mengajar saya besok saya boleh request murid kelas sembilan nggak, ya? Soalnya saya butuh yang sudah lumayan gede dan bisa diajar tentang blog," tanya saya pada seorang guru yang bernama Bu Tining.

"Boleh, Mbak. Apa mau saya carikan yang pinter-pinter?" tawar Bu Tining.

Saya melotot dan tak menyangka akan ditawari opsi yang menarik.

"Oh boleh banget, Bu. Matur nuwun, nggih," sahut saya sumringah. 

 Keesokan harinya, di hari pelaksanaan saya mengajar, murid-murid pilihan yang dipilih oleh Bu Tining benar-benar pilihan. Mereka menyenangkan dan pertisipatif. Jika dibanding murid kelas delapan yang pernah kami ajar sebelumnya, tentu kelas sembilan pilihan ini juaranya. 

Di antara murid-murid SMP yang sedang masa puber itu, ada seorang anak yang tampak mencolok dengan tampilan rambut gundulnya. Bocah itu bernama Bagas. Saya ingat betul bagaimana dia membacakan cerita yang ditulisnya ketika mengikuti kelas menulis yang saya adakan di ruangan aula SMPN 2 Jepon. Dia bercerita tentang kucingnya yang diberi nama Asep. Murid lain yang menarik perhatianku adalah Faris, wajah dan matanya yang agak sipit mengingatkan saya pada wajah salah seorang kawan seprodi saya yang bernama Riqko. 

Lupakan tentang wajah-wajah yang menarik di kelas tersebut. Namun, kali ini saya tidak akan membahas bagaimana cara mengajar bocah-bocah SMP yang benar karena jujur saja menurut pengalaman saya sendiri, faktor keberhasilan suatu kelas selain metode guru dalam mengajar juga didukung karakter masing-masing anak di dalamnya pula. 

"Jika murid susah diatur tentu saja itu menguji kesabaran guru dan terkadang berpengaruh kepada totalitas seorang guru dalam mengajar"


Komentar

Postingan Populer