Review Film ‘Railways’: Usia Bukan Penghalang untuk Meraih Mimpi
![]() |
Menonton ‘Railways’ membuat kita memahami kalau mimpi yang kita
inginkan bisa tercapai asal yakin dan mau berusaha.
Melihat judul film, kita seakan tahu jika alur ceritanya tidak
akan jauh-jauh dari kereta api. Seperti yang kita tahu jika orang-orang Jepang
itu memiliki kecintaan terhadap kereta api. Bahkan, mereka memiliki sebutan
khusus bagi pecinta kereta api, orang-orang Jepang menyebutnya sebagai
tetsu-ota.
Tak hanya menonjolkan cerita terkait kereta api, film yang rilis pada tahun 2010 ini juga
menonjolkan sisi perjalanan yang membuat penonton turut menikmati pemandangan
desa yang menyejukkan. Tentu saja perpaduan kereta api dan perjalanan yang
menghadirkan pemandangan alam menjadi perpaduan yang tepat untuk sebuah kisah
yang menghangatkan hati.
Film ini dimulai dengan premis seorang pekerja kantor berumur 49 tahun bernama Hajime Tsutsui (Kiichi Nakai). Tsutsui bekerja di sebuah perusahaan besar berbasis elektronik dan secara beruntung mendapatkan promosi jabatan. Di sisi lain, istrinya (Reiko Takashi) sedang sibuk membuka kafe herbalnya di pusat kota dan Sachi (Yuika Motokariya), putri satu-satunya yang masih kuliah tampak tak peduli dengan masa depannya.
Di tengah kesibukannya di Tokyo, Tsutsui mendadak mendapat kabar jika ibunya
yang tinggal di desa sakit dan harus dirawat di rumah sakit secara intensif. Awalnya Tsutsui akan pulang kampung saat pekerjaannya selesai. Namun, setelah Sachi
marah karena ia berpikir jika dirinya tega sekali dengan neneknya, akhirnya Tsutsui memutuskan untuk
pulang ke kampung bersama anaknya.
Usai melihat kondisi kesehatan ibunya, Tsutsui berpikir untuk membawa ibunya dipindahkan ke rumah sakit Tokyo agar ia lebih mudah memantau keadaannya. Namun, ibunya menolak. Ibunya berpikir jika orang tua seperti dirinya lebih cocok dengan sirkulasi udara di desa dan akan menghabiskan sisa hidupnya di desa. Tsuitsui pun mengalah.
Saat berbincang dengan Sachi, ia
membuat keputusan yang radikal. Ia akan meninggalkan pekerjaannya di Tokyo dan
beralih menjadi seorang masinis kereta lokal di desanya. Sachi terkejut
mendengar keinginan ayahnya. Tsuitsui pun mengatakan pada putrinya jika ia
serius karena mengingat menjadi masinis
kereta api merupakan mimpi masa kecilnya yang sudah lama ia tinggalkan. Tsutsui
merasa jika selama ia bekerja tidak berdasarkan atas apa yang ia sukai.
Beberapa waktu setelah menyatakan keputusannya, Tsutsui pergi ke
Tokyo dan memberitahu istrinya jika ia akan berhenti dari pekerjaanya sekarang
sekaligus memberikan surat pengunduran diri di perusahaannya. Awalnya, ia
sedikit ragu untuk mengatakan hal itu pada istrinya, namun, ternyata istrinya
mendukung keputusan Tsuitsui yang ingin menjadi masinis kereta lokal di kampung
halamannya.
Tsutsui pun mendaftar menjadi seorang masinis di sebuah kantor
kereta api lokal. Ia sempat diragukan karena usianya yang hampir mencapai 50
tahun. Berkat kegigihannya, ia pun mengikuti kursus masinis dan berhasil lolos
saat ujian kelayakan. Usai dilantik secara resmi menjadi masinis, ia menikmati pekerjaannya
sebagai masinis.
Selama menjadi masinis, ia banyak membantu penumpangnya. Namun karena
itu pula, ia jadi mendapatkan masalah. Suatu hari ketika Tsutsui sedang
membantu seorang wanita yang barang-barangnya terjatuh di luar gerbong, ia
lalai dengan ruang kendalinya sehingga ada seorang bocah yang iseng mengendalikan
kereta dan hampir saja membuat kereta dalam kecelakaan.
Kejadian itu pun membuat perusahaan kereta viral di media massa
dan membuat Tsutsui mengundurkan diri. Pihak atasan menyayangkan Tsutsui yang
mengundurkan diri. Namun, saat ia keluar dari ruang atasannya, tiba-tiba para
penumpang yang pernah ditolongnya datang di depan kantor dan memohon
bersama-sama agar ia tidak mengundurkan diri dan tetap menjadi masinis. Pada
bagian inilah, keadaan menjadi haru-biru.
Singkat cerita, ibu Tsutsui yang berada di rumah sakit merasa
bangga dengan apa yang dilakukan anaknya sebagai masinis kereta lokal. Ibunya
duduk di kursi roda dibantu perawat untuk melihat anaknya mengemudikan kereta
melalui jendela kamar rumah sakit. Dari bilik jendela kamar, tampak senyuman
lebar dari raut muka ibunya yang biasanya terbaring lemah. Meskipun, Tsutsui
tak lagi menjadi pekerja di perusahaan yang gajinya besar, namun ia sadar bahwa
bisa menggapai mimpi lamanya dan bisa menemani ibunya sampai akhir adalalah
kebahagiaan terbesar yang pernah ia rasakan.
Menurut saya, sutradara dan pembuat skenario ini luar biasa karena bisa membuat scene yang indah sekaligus mengharukan. Saya menyukai sinematografi dalam film ini. Film ini menyajikan pemandangan alam dan kehidupan desa yang meneduhkan dipadu dengan alur cerita yang tenang dan dibumbui rasa sedih pada beberapa scene dalam film.
Judul |
: Railways |
Sutradara |
: Masatoshi Kurakata |
Produksi |
: Shuji
Abe |
Pemain |
: Kiichi
Nakai, Reiko Takashi, Takahiro Miura, Yuika Motokariya |
Genre |
: Drama |
Tayang |
: 29 Mei 2010 |
|
|
Komentar
Posting Komentar