Ayunan di Pekarangan Rumah

Waktu aku masih kecil, aku sering sekali duduk di ayunan yang ada di pekarangan rumah. Ayunan itu terbuat dari ban bekas yang sudah dimodifikasi. Aku suka duduk di ayunan itu saat sepulang sekolah atau sore hari selepas pulang ngaji. Saat duduk di atasnya dan mengayunkan diri, alam pikiranku mengawang-awang. Imajinasiku berkeliaran. Aku pernah bertanya pada ayunan apakah dia capek saat kunaiki. Tapi ayunan diam saja. Ia membisu. Tapi, aku sangat menyayanginya. Aku merasa sangat kehilangan ketika aku harus pergi meninggalkan rumah demi menuntut ilmu, mengembara ke kota Jogja.

Satu setengah bulan yang lalu, aku pulang karena ada wabah corona. Mungkin aku akan menetap di rumah sampai akhir tahun nanti. Ketika menginjakkan kakiku di depan rumah, aku melihat ayunan tak menyapaku. Mungkin ia lupa bagaimana berbicara padaku. Tapi, kalau diingat-ingat lagi, ayunan tak pernah berbicara padaku. Aku yang selalu bercerita padanya. Maka, semenjak kedatanganku ke rumah, aku kembali duduk di ayunan setiap sore. Sambil menatap tanaman kaktus dan tanaman gantung milik ibu, aku bicara pada ayunan tentang banyak hal. Sama seperti dulu, ia hanya diam mendengarkanku berbicara. Lagipula akan aneh kalau dia menanggapi ucapanku. Dia tak akan memahami kosakata bahasaku. Jadi, sudah benar jika dia hanya diam saja. 

Komentar

Postingan Populer