Laki-Laki yang Duduk di Bangtem Perpustakaan Fakultas

Saat itu aku merupakan seorang mahasiwa baru dengan semangat 45 yang iseng mengikuti sebuah sanggar puisi. Padahal, saat itu aku tidak bisa membaca puisi atau membuat puisi. Aku hanya pandai berkeluh kesah dan sok-sokan nyastra saja. Tapi, entah kenapa aku mengikuti sanggar tersebut. 

Pada suatu sore usai jam kuliah, kami para anggota sanggar puisi itu berkumpul di panggung teater. Di situ, sembari menunggu semuanya datang. Tak lama kemudian, sosok pemuda dengan rambut gondrong lurus, alis tebal namun tegas, dan mata sipit yang tajam membuka forum dengan suara pelan. Usai membuka forum, ia terdiam sesaat. Berdasar cerita kawanku yang juga mengikuti sanggar puisi juga, lelaki yang membuka forum itu bernama Lalapo, kakak tingkat satu jurusan tahun ketiga. Kesan pertama yang kudapat dari sosoknya adalah sosok yang dingin dan tenang. Tipikal lelaki dingin seperti di novel-novel yang kubaca. 

Selepas pertemuan di sanggar puisi sore itu, aku beberapa kali berpapasan dengannya. Ia sering menggunakan baju dengan style ala Jejepangan. Setiap melihatnya, aku jadi teringat aktor lawas Jepang.

Waktu demi waktu berlalu. Masa ujian tengah semester pun berakhir. Aku pun menjalani hari-hari seperti biasanya. Mengikuti beberapa BSO di fakultas, seperti sanggar puisi dan komunitas jurnalistik fakultas. Saat sanggar puisi tersebut mengadakan pertemuannya kembali, aku dibuat terkejut dengan gaya rambut barunya. Rambut gondrongnya kini berubah menjadi rambut pendek tapi tak terlalu pendek. Sepertinya model rambutnya meniru gaya rambut pemuda Jepang. Kalau tak salah menyebut, potongan rambutnya itu menggunakan potongan gaya Harajuku style. Wajahnya lebih terlihat cerah, meskipun kesan dingin dalam dirinya masih terasa. Tetapi, melihatnya dengan potongan barunya membuatku merasa kakak tingkat itu lebih sulit digapai. Style-nya sudah benar-benar seperti orang Jepang. Bukan, lebih tepatnya seperti aktor Jepang. Rasanya, dia sudah cocok untuk menjadi pemain film Jepang. 

Semenjak melihatnya kala itu, saya tiba-tiba jadi lebih sering memperhatikan gerak-geriknya ketika bertemu dengannya. Pernah suatu ketika ada sebuah seminar, aku melihat Lalapo tampak fokus membaca buku dengan airpods terpasang di telinga. Dirinya tampak tenang dan serius membaca tanpa memedulikan seminar yang berlangsung. Aku pun begitu. Bagiku, pemandangan seorang pemuda tampan yang tengah membaca dengan tenang tentu saja lebih menarik daripada memperhatikan seminar yang membosankan.

Di lain hari, aku melihat sosoknya yang menggunakan kaos hitam sedang menyendiri di bangku hitam samping perpustakaan fakultas sambil membaca buku dengan earphone hitam yang terpasang di kedua telinganya. Melihatnya membaca dengan tenang rasanya menjadi hiburan tersendiri bagiku. 

Pernah juga suatu kali aku melihat Lalapo menggunakan kemeja berwarna biru langit dan secara kebetulan saya menggunakan kemeja dengan warna senada. Aku merinding. Bahkan dengan bodohnya aku berpikir jika kami berjodoh. Tapi, aku sadar diri, aku ini tidak cukup menarik untuk lelaki seperti Lalapo. Aku bagaikan butiran debu di matanya. Kemungkinan mengingat namaku saja sangat kecil.

Saat itu aku tak bilang pada siapapun jika aku mengaguminya dalam diam. Namun, pada suatu momen saat berkumpul dengan kawan-kawan satu jurusanku, tiba-tiba salah satu kawanku berbicara perihal Lalapo dan mengakui vibe-nya yang keren. Merasa setuju, aku pun mengungkapkan kalau aku merupakan penggemar rahasianya. Ternyata, kawanku itu juga diam-diam mengagumi sosoknya. Ia malah tahu akun Instagram dan Twitternya. Aku pun diberitahu username akunnya. 

Seperti gadis-gadis yang sedang kasmaran pada umumnya, aku pun langsung stalking sosmed milik lelaki itu. Setelah menelusuri akun medsosnya, aku jadi tahu jika dia seorang wibu yang suka mendengarkan musik J-Pop terutama lagu-lagunya One Ok Rock. Tidak, bukan hanya pendengar, pemuda itu merupakan seorang fans dari One Ok Rock. Selain itu, dia juga menonton anime dan film Jepang. Buku yang dia baca pun buku-buku terjemahan penulis Jepang seperti Haruki Murakami dan Osamu Dazai. 

Dari cuitan di Twitternya pula aku mengetahui jika dia amat mengagumi Haruki Murakami dan merasa dirinya seolah seperti tokoh naratif yang dibuat penulis asal Jepang itu. Namun, usai membaca salah satu karya Haruki Murakami yang berjudul Norwegian Woods, aku merasa jika tokoh Watanabe seolah merasuki sosok Lalapo. Mungkin karena sama-sama seorang yang penyendiri dan juga penggemar karya sastra membuat mereka memiliki vibes yang mirip. 

Saat itu aku berpikir mungkin tidak ya jika dia kelulusan nanti aku memberikannya surat atau apapun untuk kuberikan. Tapi, pada akhirnya, aku hanya mengikuti simulasi sidangnya saja dan hanya bisa melihat lelaki itu wisuda melalui cerita di Instagram Story-nya saja. 

Komentar

Postingan Populer