Solo Lunch


Setelah sekitar tiga jam-an membaca di perpustakaan kota, perutku keroncongan. Aku pun segera meminjam buku dan pergi dari Perpuskot. Dari Perpuskot, aku menuju ke yamie panda yang terletak di pojok lapangan mandala krida. Seorang waiter memberikan daftar menu dan kertas pesanan padaku dan berkata padaku agar aku mencari tempat duduk.

Aku pun masuk ke dalam rumah makan yang bernuansa cina yang didominasi warna merah. Aku melihat sekitar, tidak ada tempat yang kosong di pojokan. Alhasil, aku memilih meja yang berada di tengah-tengah ruangan dan menuliskan pesanan. Selagi memilih, seorang pemuda datang seorang diri dan duduk di meja sebelahku. Ia mengenakan pakaian serba hitam. Dari baju hingga celana kulotnya. Dan jujur saja aku merasa tak nyaman. Tapi ya sudahlah, lagi pula aku tak bisa mengusirnya.

Aku pun ke kasir untuk memberikan pesananku ke kasir dan langsung membayarnya. Aku pun kembali ke mejaku duduk tadi. Selagi menunggu pesanan tiba, aku duduk sambil membaca buku Jalan Bercabang Dua di Hutan Kesunyian karya Puthut EA.

Ketika seorang pramusaji memberikan pesanan kepada pemuda di sebelahku, aku tak sadar ikut mendengarkan percakapan singkat antara pemuda di sebelahku dan pramusaji.
"atas nama kak Kiki?" tanya pramusaji tersebut memastikan.
"Oki yang benar, "timpal pria di sebelahku. Dari nadanya berbicara, aku rasa dia kesal dengan pramusaji karena salah mengucap namanya. Setelah pramusaji itu pergi, kulihat pria yang bernama Oki itu ke meja sebelahku untuk mengambil sendok, garpu dkk.

Tak lama kemudian pesananku pun juga tiba. Aku pun segera menuangkan aneka saus, acar dan brambang goreng ke dalam yamie-ku. Aku pun menikmati makananku dengan lahap walaupun rasa tak nyaman menyelimutiku karena pria itu di sebelahku. 

Sambil menatap lurus ke depan, aku melihat pasangan suami istri tampak bercakap-cakap sambil menunggu pesanan mereka datang. Sayup-sayup terdengar musik cina yang mengalun di ruangan. Dari nadanya dan cara penyanyi menyanyikan lagunya, genre lagunya itu mellow.

Selagi memandangi keadaan sekitar, aku berpikir kalau seharusnya lebih sering pergi sendiri agar menjadi gadis yang pemberani. Tindak-tandukku di Yamie Panda ini membuatku sadar bahwa aku masih penakut untuk pergi sendiri.

Komentar

Postingan Populer