Ketika Kamu Menginjak Umur 19 Tahun


Sembilas belas tahun. Sembilan belas bukanlah umur yang sedikit namun belum juga bisa dibilang banyak. Akan tetapi, apa yang sudah kamu capai selama hampir dua puluh tahun itu? 

Meskipun blog ini tadinya memiliki slogan "Tak apa rebahan asal jangan lupa berkarya", namun, setelah saya pikir-pikir lagi saya lebih banyak rebahan ketimbang berkarya. Rebahan tanpa berkarya. Akhir-akhir ini saya merasa sangat bosan dan hal yang sering saya lakukan. Saya hanya rebahan dan menatap layar ponsel tanpa menghasilkan karya apapun. Ketika saya terbangun dari tidur, saya merasa telah membuang waktu saya dengan sia-sia dengan durasi tidur yang sangat tidak wajar.

Saya terkadang berpikir, selama sembilan belas tahun ini karya apa yang telah kulahirkan? Hidup selama itu apa saja yang kulakukan? Andai hidup saya divonis sampai besok, tentu saja saya tak punya karya yang bisa dibanggakan. Tak ada satu pun. Amal ibadah pun rasa-rasanya saya masih kurang untuk dijadikan bekal di kehidupan selanjutnya. Jadi, saya merasa saya kecewa dengan diri saya sendiri. Di umur sembilan belas tahun ini, saya belum pernah menginjakkan kaki di luar jawa juga. Saya selalu berpikir untuk menjalani kehidupan seperti air yang mengalir, mengikuti arus yang telah Allah gariskan kepada saya. Apakah hal itu sudah benar?

Tentu saja tidak bukan? Maka dari itu, saya berpikir untuk berubah. Saya merasa sedih ketika saya membuat komitmen untuk diri saya sendiri, saya tidak konsisten dengan hal yang saya tekadkan. Ada apa dengan saya? Mengapa saya bisa begitu? Entahlah, saya sendiri juga tidak tahu.

Umur sembilan belas tahun. Saya terus berpikir-pikir, apakah saya ini sudah pantas disebut dewasa? Saya berpikir-pikir ulang, saya terkadang kesal jika saya disebut sudah dewasa, padahal saya sudah memiliki KTP dan SIM. Akan tetapi, sebenarnya kartu tersebut tidak memberikan kepastian bahwa kita sudah dewasa tau belum. Kita dewasa dengan cara kita sendiri. Kita dewasa dengan pelbagai persoalan yang kita hadapi dan kita atasi dengan otak kita.

Pernah suatu kali, saya dipanggil "ibu" meskipun saya di masa depan akan menjadi seorang ibu. Tapi saya merasa kesal ketika seseorang yang lebih tua dari saya memanggil saya ibu. Setelah dibilang begitu, rasa kesal saya berubah menjadi pertanyaan di benak saya "Apakah saya terlihat seperti ibu-ibu?" "Apakah fashion saya ini jadul sehingga dikira sebagai ibu-ibu?" 

Terlepas dari itu, saya malah bertingkah seperti anak-anak. Saya tiba-tiba ingin menjadi anak-anak kembali. Ah, tidak juga. Sewaktu kecil saya memiliki perasaan yang minder super sekali dibandingkan sekarang. Entah mengapa saya sangat kanak-kanakan.

Berbicara tentang kedewasaan. Saya berpikir untuk menjadi sosok yang mandiri, tidak bergantung pada orang lain. Namun, sepertinya hal itu masih sulit untuk saya lakukan. Saya masih menunggu ada seseorang untuk menemani saya di suatu acara/kegiatan, padahal acara itu acara yang saya inginkan. Saya cenderung mendengarkan suara dari diri saya yang mengatakan bahwa sendirian itu tabu. Lalu, saya berpikir ulang, siapa yang ingin acara itu? Kenapa saya harus menunggu keputusan orang lain padahal itu keinginan saya sendiri? Di situlah saya heran dengan diri saya sendiri.

Komentar

Postingan Populer